Suku Mentawai adalah penghuni asli Kepulauan Mentawai. Sebagaimana suku yang berada di provinsi Nias dan suku Enggano, mereka adalah pendukung budaya Proto-Melayu yang menetap di Kepulauan Nusantara sebelah barat. Daerah hunian warga Mentawai, selain di daerah Mentawai ada juga sebagian yang berada di Pulau Pagai Utara dan Pagai Selatan. Suku ini banyak dikenal sebagai peramu dan ketika pertama kali dipelajari belum mengenal bercocok tanam. Tradisi khas suku ini adalah penggunaan tato di sekujur tubuh, yang terkait dengan peran dan status sosial penggunanya. Kebudayaan tato disuku Mentawai, yang dikenal dengan nama titi disebutkan sudah hampir punah. Titi masih dilestarikan dan dikembangkan di Pulau Siberut meski di beberapa pulau yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, sudah jarang dijumpai.
Mentawai (juga dikenal sebagai Mentawei dan Mentawi) merupakan penduduk asli dari Kepulauan Mentawai, sekitar 100 mil dari provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Mereka menjalani gaya hidup sebagai pemburu-pengumpul semi-nomaden di lingkungan pesisir dan hutan hujan di pulau-pulau tersebut.
Populasi Mentawai diperkirakan sebanyak 64.000. Suku Mentawai didokumentasikan telah berpindah dari Nias – pulau dari utara – ke kepulauan Mentawai. Hidup dalam kehidupan yang terisolasi selamakurang lebih berabad-abad hingga ditemukan pada 1621 oleh Belanda. Bahasa Mentawai termasuk keluarga bahasa Austronesia.
BACA JUGA : Mengenal Menara Pisa di Italia
Orang Mentawai pada umumnya akan hidup secara berkelompok menurut suku masing-masing. Setiap suku biasanya menetap dan memiliki satu desa (langgai) tertentu. Dalam perkembangannya kemudian, dalam suatu kampung biasanya terdapat beberapa penggolongan, yaitu diantara lain kelompok suku pembuka kampung (si bakat langgai) dan kelompok suku pendatang (si toi). Perkampungan mereka biasanya didirikan di sepanjang aliran sungai. Kelompok pembuka kampung akan memiliki hak-hak tertentu, terutama dalam penguasaan hak tanah dan lokasi sumber-sumber bahan makanan di lingkungan tempat yang ia tinggalkan. Anggota keturunan pendatang yang hendak membuka ladang atau membangun rumah harus meminta izin kepada pemimpin klen keturunan pembuka kampung.