Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak Buddha dan salah satu kerajaan terbesar di Indonesia. Kerajaan yang berpusat di wilayah yang kini menjadi Sumatera bagian selatan (Sumbagsel). Ini tentu memiliki telah banyak peninggalan yang bisa kita pelajari untuk memahami kejayaannya pada masa lampau.
BACA JUGA : 2 Canti Peninggalan Kerajaan Majapahit
Banyak peninggalan sejarah dari kerajaan Sriwijaya yang tersebar di berbagai wilayah. Mulai dari Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Lampung, Daerah Semenanjung Melayu bahkan hingga Thailand Selatan. Berikut 2 bentuk peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya yakni Prasasti Telaga Batu & Prasasti Talang Tuo. Mari kita bahas terkait 2 peninggalan tersebut :
Prasasti Telaga Batu
Telaga Batu (atau juga dikenal sebagai Talago Watu dalam bahasa Palestina) adalah prasasti Sriwijaya abad ke-7 yang ditemukan di Sabokingking 3 Ilir di ibu kota Kabupaten Ilir Timur II Palembang di wilayah provinsi Sumatera Selatan, pulau Sumatera, Indonesia, sekitar tahun 1950-an. Prasasti tersebut kini dipajang di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, dengan nomor inventaris D.155. Pada tahun-tahun sebelumnya, ditemukan sekitar tiga puluh prasasti Siddhayatra di sekitar Sumatera Selatan, semuanya berkaitan dengan perjalanan Siddhayatra Dapunta Hyang Sri Jayanasa, yang menurut Prasasti Kedukan Bukit terjadi sekitar tahun 605 Shaka (683 M). Saat ini, seluruh prasasti Siddhayatra tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia.
Prasasti tersebut dipahat pada sebuah batu andesit berukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Bagian atas batu dihiasi dengan tujuh kepala nāga, dan pada bagian bawahnya terdapat semacam semburan air untuk mengalirkan air yang kemungkinan besar disiramkan ke atas batu pada saat ritual upacara kesetiaan. Prasastii tersebut ditulis dengan huruf Pallawa dalam bahasa Palembang/Melayu Kuno.
Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (Residen Palembang) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang / Bukit Siguntang dan dikenal sebagai salah satu peninggalan Kadatuan Sriwijaya. Fisiknya masih baik dengan bidang datar Keadaan yang ditulisi berukuran 50 cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi). Ditulis dalam Aksara Pallava, bahasa Melayu Kuno, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.145.