Suku Amung (juga dikenal sebagai Amungme, Amungm, Amui, Amuy, Hamung, atau Uhunduni) adalah sekelompok sekitar 17.700 orang yang tinggal di dataran tinggi provinsi Papua Tengah, Indonesia. Kebanyakan orang Amungme tinggal di Mimika dan Puncak, di lembah-lembah seperti Noema, Tsinga, Hoeya, Bella, Alama, Aroanop, dan Wa. Kelompok terkait tinggal di Lembah Beoga, Puncak dan mereka disebut masyarakat Damal.
BACA JUGA : Tembok Besar China, Bersejarah Dan Mengesankan
Bahasa mereka disebut Amung-kal yang kebanyakan digunakan di wilayah selatan. Di utara disebut Damal-kal. Selain itu, mereka memiliki bahasa simbolik yang disebut Aro-a-kal dan Tebo-a-kal. Tebo-a-kal hanya diucapkan di tempat suci.
Kepercayaan Suku Amung !!
Kepercayaan tradisional masyarakat Amungme bersifat animisme. Masyarakat Amungme tidak mempunyai gagasan tentang “dewa” yang terpisah dari alam dimana roh dan alam adalah sama. Mereka menganggap diri mereka sebagai anak sulung Dewa Nagawan Into, yang kemudian menjadi penakluk dan penguasa dunia Amungsa.
Suku Amung mempraktikkan pertanian berpindah, menambah penghidupan mereka dengan berburu dan meramu. Suku Amungme sangat terikat dengan tanah leluhurnya dan menganggap pegunungan disekitarnya adalah tempat keramat.
Hal ini menimbulkan perselisihan dengan pemerintah Indonesia dan Freeport-McMoRan, yang ingin mengeksploitasi cadangan mineral yang melimpah di sana. Perubahan besar dalam gaya hidup masyarakat Amungme di dataran tinggi dan Kamoro di dataran rendah disebabkan oleh tambang Grasberg, yang terletak di jantung wilayah Amungme dan dimiliki oleh Freeport-McMoRan, perusahaan tunggal terbesar di wilayah tersebut. Penambangan emas dan tembaga secara besar-besaran telah mengubah lanskap, dan kehadiran tambang serta infrastrukturnya telah menarik banyak migran ekonomi dari daerah-daerah di Indonesia termasuk warga Papua lainnya, beberapa di antaranya mencoba menetap di tanah adat Amungme.
Hal ini menimbulkan sengketa pertanahan mengenai hak ulayat antara masyarakat Amungme melawan perusahaan tambang Freeport di Timika. Dalam 35 tahun terakhir, suku Amungme menyaksikan gunung suci mereka dihancurkan oleh tambang Freeport. Dan menyaksikan kerabat mereka terbunuh dan terjebak dalam konflik antara tentara Indonesia dan pemberontak Organisasi Papua Merdeka. sementara suku Kamoro memiliki lebih dari 200.000 ton limbah pertambangan. Dipompa ke sungai mereka setiap hari. Semua faktor ini telah menciptakan tekanan sosial dan politik yang kompleks dan menyebabkan seringnya terjadi protes dan/atau konflik sosial. Yang beberapa di antaranya ditindas dengan kekerasan oleh polisi atau militer Indonesia.