Perkembangan Kota Gorontalo, adalah ibu kota Provinsi Gorontalo Indonesia dan juga merupakan sebuah kota di Kawasan Teluk Tomini di Semenanjung Utara Pulau Sulawesi. Kota Gorontalo merupakan, kota terbesar dan terpadat di kawasan Teluk Tomini (Teluk Gorontalo). Menjadikan Kota Gorontalo sebagai pusat perekonomian, jasa dan perdagangan, pendidikan, serta pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur.
Dalam catatan naskah sejarah Kesultanan Gorontalo, Kota Gorontalo yang lebih terorganisir dan memadai resmi. Terbentuk pada hari Kamis, 18 Maret 1728 (06 Syakban 1140 Hijriah). Kota ini memiliki luas wilayah 79,03 km² (0,65% dari luas Provinsi Gorontalo). Pada pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk Kota Gorontalo sebanyak 203.205 jiwa.
Kota Gorontalo merupakan, salah satu kota tua di Sulawesi selain Makassar dan Kota Manado. Serta merupakan kota terbesar, di kawasan Teluk Tomini. Dalam catatan sejarah, Semenanjung Gorontalo. Pada umumnya, dan Kota Gorontalo pada khususnya merupakan salah satu pusat penyebaran Islam di Indonesia Timur, selain Ternate dan Bone.
BACA JUGA : Sejarah Perkembangan Kota Palopo
Dalam perkembangannya, besarnya pengaruh Kota Gorontalo sebagai pusat pendidikan. Jasa dan perdagangan dirasakan oleh masyarakat luas mulai dari wilayah Bolaang Mongondow, Buol, Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala, Palu bahkan hingga ke Sulawesi Tenggara dan Timur. Indonesia (Ambon, Maluku).
Julukan Serambi Madinah
Jika Aceh dikenal dengan sebutan “Serambi Mekah”, maka Gorontalo dikenal dengan “Serambi Medina”. Asal usul julukan ini mempunyai banyak versi, diantaranya adalah versi Buya Hamka, yaitu:
A. Gorontalo ibarat “Serambi Madinah” yang masyarakatnya sibuk salat, memadati masjid, dan juga lantunan ayat suci terdengar bergema di setiap sudut masjid.
B. Masyarakat Gorontalo, seperti halnya kaum Ansar (penduduk asli Madinah), sangat terbuka menerima Islam sebagai agama kerajaan-kerajaan di Gorontalo, dan sangat ramah dalam menyambut pendatang yang merantau atau berhijrah ke Gorontalo. Para pendatang tersebut antara lain orang Arab (Hadramaut), Melayu (Sumatera), Cina (Tiongkok), Minahasa (Sulawesi Utara), dan Bugis (Sulawesi Selatan).
Selain itu, Gorontalo mempunyai filosofi “Adati hula-hula’a to Sara’a, Sara’a hula-hula’a to Kuru’ani” yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan menjadi “Adat berdasarkan Syara’, dan Syara’ itu berdasarkan Kitab Allah”. Filosofi ini merupakan pandangan hidup masyarakat Gorontalo yang memadukan antara agama, adat istiadat, dan alam sekitar.
Asal Nama Gorontalo
Menurut catatan “Hikayat Gorontalo”, daerah yang kita kenal dengan sebutan “Semenanjung Gorontalo” saat ini berasal dari sebuah pulau. Seiring berjalannya waktu, air laut di sekitar pulau tersebut surut dan akhirnya muncul tiga gunung, salah satunya adalah Gunung Tilongkabila. Sebuah lembah di sebelah selatan Gunung Tilongkabila tercatat dalam sejarah sebagai suatu kawasan bernama Hulontalangi, lembah yang kemudian dikenal dengan nama kawasan Hulontalo atau Gorontalo, yang juga merupakan cikal bakal kawasan Kota Gorontalo.