Kain Ulos adalah kain Tenun tradisional masyarakat Batak Sumatera Utara di Indonesia. Berbagai jenis Ulos mempunyai makna upacara yang berbeda-beda. Ulos biasanya dikenakan disampirkan di bahu atau bahu, atau dalam acara pernikahan untuk mengikat kedua mempelai secara seremonial. Ulos secara tradisional ditenun dengan tangan dan dalam kasus kualitas yang lebih tinggi, ulos merupakan pusaka keluarga yang penting, untuk dikenakan pada acara-acara penting, seperti pemakaman dan pernikahan.
Sejarah
Menurut masyarakat Batak, ada tiga sumber kehangatan bagi manusia; Matahari, Api, dan Ulos. Ulos konon sumber kehangatan karena hidup di pegunungan yang dingin. Kondisi alam ini membuat sinar matahari tidak cukup memberikan kehangatan, terutama pada malam hari. Kemudian, mereka menciptakan sesuatu yang bisa memberikan kehangatan, juga diyakini mampu memberikan keberanian pada pria dan kekuatan wanita melawan kemandulan.
BACA JUGA : Keunikan Suku Sasak & Asal Usulnya
Pada awalnya Ulos hanya digunakan sebagai kain biasa namun kemudian berkembang menjadi lambang cinta, syarat upacara adat, dan lambang sistem struktur masyarakat. Bahkan saat ini ulos diyakini memiliki kekuatan keagamaan yang magis sehingga dianggap ‘sakral’ dan memiliki kekuatan khusus untuk melindungi penggunanya.
Ulos ada banyak macam dan motifnya yang mempunyai arti masing-masing sesuai dengan ciri, kondisi, fungsi, dan kaitannya. Kapan digunakan diberikan kepada siapa, dan upacara adat apa seperti pernikahan, kelahiran, kematian, dan ritual lainnya tidak akan pernah berjalan tanpa ulos. Kalau Ulos dipakai laki-laki, bagian atasnya disebut ande-ande, bagian bawah disebut singkot, dan yang dipakai di kepala disebut tali-tali, atau bulang-bulang. Namun karena nilai sakralnya, tidak semua ulos bisa digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Ulos Jugja, Sadum, Ragidup, dan Runjat hanya digunakan pada beberapa kesempatan saja. Dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki memakai Ulos bermotif kotak dengan kemeja hitam bernama Baju Kurung tanpa sepatu dan sandal.
Kegunaan Kain Ulos
Apabila Ulos dipakai oleh perempuan maka bagian bawahnya disebut haen, bagian belakangnya disebut hoba-hoba, dan jika digunakan sebagai selendang disebut ampe-ampe. Jika digunakan sebagai penutup kepala disebut saong, dan jika digunakan untuk menggendong bayi disebut parompa. Dalam kehidupan sehari-hari, wanita mengenakan gaun panjang berwarna hitam dan penutup kepala.
Ada tiga cara menggunakan Ulos. Pertama siabithononton, Ulos yang digunakan adalah Ragidup, Sibolang, Runjat, Djobit, Simarindjamisi, dan Ragi Pangko. Kedua, sihadanghononton (digunakan sebagai penutup kepala). Ulos yang digunakan adalah Sirara, Sumbat, Bolean, Mangiring, Surisuri dan Sadum. Ketiga, sitalitalihononton (diikat di pinggul). Ulos yang digunakan untuk ini adalah Tumtuman, Mangiring dan Padangrusa. Penggunaan ulos yang benar sangatlah penting agar terlihat menarik sekaligus memenuhi makna filosofis dari ulos.
Ulos sebagai lambang cinta disebut mangulosi. Dalam budaya Batak, mangulosi (pemberian Ulos) merupakan simbol cinta kasih kepada penerimanya. Dalam mangulosi terdapat aturan umum, mangulosi hanya boleh dilakukan oleh orang yang mempunyai hubungan kekerabatan atau diberikan kepada orang yang berstatus sosial lebih rendah. Misalnya orang tua bisa mangulosi anaknya, namun tidak sebaliknya. Untuk mangulosi seorang anak yang melahirkan anak pertamanya, maka Ulos yang diberikan adalah Ragidup Sinagok. Ulos yang diberikan kepada tamu istimewa adalah Ulos Ragidup Silingo.