Kebo-Keboan merupakan salah satu upacara adat yaitu pergantian kebo yang umumnya di adakan setiap tahunnya bagi masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur. Sesuai dengan namanya, Kebo-Keboan dilakukan dengan cara diubah menjadi kerbau. Namun kerbau yang digunakan bukanlah kerbau asli, melainkan manusia yang menjelma menjadi kerbau. Dengan dikutuk oleh masyarakat. Upacara rutin dari adat ini sudah ada sejak 300 tahun yang lalu, tepatnya pada abad ke-18. Kebo-Keboan biasanya dilakukan pada awal bulan Suro penanggalan Jawa. Tujuan dari upacara adat ini adalah sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT, atas hasil panen yang melimpah dan sebagai doa, agar proses penanaman bibit tahun depan dapat menghasilkan panen yang melimpah. Ada dua desa di Banyuwangi yang masih melestarikan tradisi adat Kebo-Keboan.
BACA JUGA : Mengenal Suku Batak Dari Sejarah Penyebarannya
Desa-desa tersebut adalah Aliyan dan Alasmalang. Tujuan dan fungsinya sama, yang membedakan adalah alur penyajiannya. Di Desa Aliyan seluruh ritual masih dilakukan sesuai aturan adat, sedangkan Kebo-Keboan di Desa Alasmalang merupakan tiruan yang dilakukan untuk tujuan wisata. Kerbau mempunyai simbol sebagai sumber energi andalan para petani. Kerbau merupakan hewan yang erat hubungannya dengan budaya pertanian. Dalam kehidupan bertani, kerbau dan sapi merupakan hewan yang membantu para petani dalam mengolah sawahnya. Bahkan saat bercocok tanam di sawah, kerbau dianggap lebih kuat dibandingkan sapi. Hewan kerbau di berbagai daerah di Indonesia merupakan hewan penting dalam ritual adat. Dari asal usulnya, ylang-ylang kebo ini sangat istimewa dalam tradisi banyuwangi.
Sejarah Awal Tradisi Kebo-Keboan
Legenda tentang upacara adat Kebo-Keboan ini bermula dari kisah Buyut Karti yang menerima wagsit untuk menyelenggarakan upacara pembersihan desa, dengan tujuan untuk menyembuhkan wabah penyakit di Desa Alasmalang. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan dengan tenaga manusia. Jika Anda tertular penyakit ini di malam hari, Anda akan meninggal di pagi hari. Selain ide tersebut, para petani juga diminta bertransformasi menjadi kerbau. Hingga akhirnya upacara adat ini menjadi suatu kebiasaan dan dianggap sebagai kearifan lokal di desa tersebut. Jika melihat sejarah upacara Kebo-Keboan, sudah ada sejak abad ke-18. Pada zaman dahulu, upacara adat ini merupakan media pelestarian tradisi luhur. Pada tahun 1960, tradisi ini mulai jarang dilaksanakan. Pasca reformasi, tradisi kebo-keboan kembali muncul di Desa Alasmalang. Penggagas kembalinya Kebo-Keboan ke masyarakat dengan bantuan Sahuni. Selain di Desa Alasmalang, tradisi ini juga berkembang di Desa Aliyan.